Menpora Dito Ariotedjo hadir sebagai saksi di persidangan kasus dugaan korupsi proyek BTS 4G BAKTI Kominfo di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (11/10)
Jakarta, Jurnas.com - Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan mengakui adanya aliran uang sejumlah Rp 27 miliar terkait kasus dugaan korupsi proyek BTS 4G BAKTI Kominfo kepada Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Dito Ariotedjo.
Aliran uang kepada Dito disampaikan Irwan saat bersaksi dalam persidangan perkara ini, dengan terdakwa Windi Purnama selaku Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera dan Muhammad Yusrizki Muliawan sebagai Direktur Utama PT Basis Utama Prima pada Senin 8 Januari 2024.
Mulanya Hakim Rianto Adam Pontoh mencecar Irwan soal aliran uang Rp70 miliar ke Komisi I DPR RI. Irwan mengatakan pemberian uang itu atas perintah mantan Direktur Utama BAKTI Kominfo, Anang Achmad Latif.
"Jadi masuk ke Komisi I? Atas saran siapa bisa masuk ke dewan," tanya Hakim Rianto kepada Irwan dalam sidang di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.
"Saya tidak tahu. Saya hanya diperintahkan oleh pak Anang," jawab Irwan
Hakim Rianto kembali bertanya ke Irwan bahwa maksud pemeberian uang ke Komisi I DPR RI itu untuk meredam perkara korupsi BTS. Namun, Irwan mengaku tidak tahu.
"Tidak tahu saya kepentingannya untuk apa," kata Irwan.
"Komisi I berapa?," tanya hakim.
"Rp70 miliar," kata Irwan.
Lantas hakim pun bertanya soal pemberian uang tersebut. Irwan menuturkan bahwa uang itu diberikan oleh Windi kepada perantara Nistra Yohan yang disebut-sebut sebagai staf khusus anggota DPR RI.
"Nistra ini apanya di Komisi I?. Siapa Nistra ini?," tanya haki.
"Kurang tahu. Belakangan saya tahu katanya itu staf," jawab Irwan.
Selanjutnya, Hakim bertanya soal aliran uang sejumlah Rp40 miliar kepada anggota BPK Achsanul Qosasi melalui Windi Purnama dan Sadikin Rusli selaku pihak swasta.
"Berarti ada keterlibatan BPK. Kenapa harus diserahkan ke Sadikin? Siapa yang memerintahkan?," tanya hakim
"Tidak tau. Windi dapat perintah dari Pak Anang ke Sadikin," jawab Irwan.
Setelah itu, Hakim pun mencecar Irwan terkait aliran uang Rp27 miliar kepada Menpora Dito Ariotedjo. Irwan mengatakan bahwa pemberian uang haram itu terjadi sekitar bulan Oktober.
"Diserahkan kepada Dito ya tadi?," tanya hakim
"Iya penerimanya Dito," jawab Irwan.
Menpora Dito pun sudah pernah dihadirkan sebagai saksi di persidangan kasus korupsi BTS ini. Hakim menyebut bahwa penerimaan uang itu akan terus diselidiki.
"Dito sudah dipanggil dipersidangan, sudah diperiksa dipersidangan ini dan akhirnya tetap diseleidiki penyelidikan sampe perkara ini kita sidangkan," kata hakim.
Diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) RI mengaku masih terus menelusuri dugaan aliran dana kasus korupsi proyek BTS 4G. Penelusuran dilakukan terhadap sejumlah pihak termasuk Menporan Dito Ariotedjo dan Nistra Yohan.
Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Febrie Ardiansyah mengatakan bahwa saat ini penyidik masih mencari alat bukti yang dapat digunakan untuk membuktikan dugaan aliran dana korupsi tersebut.
"Tergantung alat bukti. Selama alat bukti tidak ada, kami tidak bisa menetapkan (kepastian hukum)," kata Febrie kepada wartawan di Gedung Bundar Kejagung, Rabu 10 Januari 2023.
Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat, Menpora Dito Ariotedjo sempat disebut menerima aliran dana sebesar Rp27 miliar. Sementara staf khusus anggota DPR Nistra Yohan disebut menjadi perantara penyerahan uang sebesar Rp70 miliar kepada Komisi I DPR.
Dalam kasus Menpora Dito, Febrie mengaku pihaknya masih mencari sosok yang menyerahkan uang senilai Rp27 miliar kepada pengacara Maqdir Ismail. Kejaksaan, kata dia, sampai saat ini hanya memegang identitas yang diduga Suryo dari hasil pemeriksaan di persidangan.
Febrie menjelaskan asal-usul uang Rp27 miliar itu masih harus dibuktikan guna memastikan apakah benar ada keterlibatan Menpora Dito atau tidak.
Adapun aliran uang kepada Dito Ariotedjo terungkap dalam surat dakwaan dari terdakwa Windi Purnama selaku Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera yang dibacakan jaksa penuntut umum (JPU) Kejagung pada Kamis 16 November 2023.
Windi didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus korupsi proyek BTS 4G Kominfo. Windi juga diduga turut serta melakukan perbuatan mengalirkan uang dari hasil korupsi tersebut ke sejumlah pihak.
"Telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan yaitu menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukar dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain," kata Jaksa dalam sidang di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta.
Jaksa mengungkapkan, Windi berperan sebagai kurir uang dari hasil korupsi BTS 4G kepada sejumlah pihak atas arahan dari Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan.
Selain itu, Windi juga mendapat arahan dari dua pelaku tindak pidana korupsi BTS Kominfo lainnya, yaitu Eks Dirut BAKTI Kominfo Anang Achmad Latif dan Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Galumbang Menak Simanjuntak.
"Bahwa terhadap uang-uang yang diterima oleh terdakwa Windi Purnama tersebut, selanjutnya terdakwa Windi Purnama mentransfer atau mengalihkan uang-uang tersebut atas arahan Irwan Hermawan, Galumbang Menak Simanjuntak dan Anang Ahmad Latif," kata Jaksa.
Jaksa mengatakan Windi menerima total uang Rp 240,5 miliar. Total uang tersebut sudah lebih dulu dipotong sebesar Rp 9,4 miliar untuk kepentingan dua perusahaan, yaitu PT JIG Nusantara Persada sebesar Rp 5 miliar dan PT Sarana Global Indonesia Rp 4,4 miliar.
Menurut dakwaan tersebut, duit miliaran itu diberikan melalui Windi sebagai biaya komitmen atau commitment fee dari berbagai pihak yang terlibat pekerjaan BTS Kominfo.
Selain itu, Windi turut menjadi perantara dalam mengalirkan dana tersebut. Terdapat total Rp 243,85 miliar yang dikatakan jaksa mengalir melalui Windi Purnama.
Menurut jaksa, beberapa pihak yang menerima uang dari Windi Purnama, termasuk eks Menteri Kominfo Johnny Plate dan Menpora Dito Ariotedjo.
Jaksa menyebut para pihak yang turut menerima uang dari Windi, di antaranya Johnny Gerard Plate sebesar Rp10 miliar untuk biaya operasional Kominfo. Kemudian, Rp1,5 miliar untuk sumbangan atas nama Menkominfo dengan rincian Rp 500 juta untuk Yayasan Pendidikan Katolik Arnoldus di Kupang dan Rp1 miliar untuk Keuskupan Kupang.
Selanjutnya, Windi juga menyerahkan Rp4 miliar kepada Plate melalui Walbertus Natalius Wisang alias Berto yang penyerahannya dilakukan sebanyak empat kali, masing-masing penyerahan sejumlah Rp1 miliar.
Uang yang dikumpulkan Windi juga digunakan untuk membiayai perjalanan dinas Menkominfo beserta rombongan ke luar negeri, yaitu Rp1,8 miliar untuk tagihan dinas. Lalu biaya hotel ke sejumlah negara, seperti ke Paris sebesar Rp453.600.000, London sebesar Rp167.600.000, dan Amerika sebesar Rp404.608.000. Kemudian, Rp250 juta untuk sumbangan ke Gereja GMIT di Kupang atas nama Johnny Plate.
Uang yang dikumpulkan tersebut juga diterima oleh Anang Achmad Latif sebesar Rp5 miliar, untuk anggota Tim Pokja sebesar Rp500 juta yang diterima oleh Darein dan diserahkan kepada Gumala Warman sebesar Rp200 juta, Darein Rp150 juta, Deni Tri Junedi Rp50 juta, Seni Sri Damayanti Rp50 juta, dan Devi Triarani Putri sebesar Rp50 juta, Feriandi Mirza sebesar Rp300 juta, Elvano Hatorangan sebesar Rp2,4 miliar, dan Jenifer sebesar Rp100 juta.
Selain itu, atas arahan Irwan Hermawan dan Anang Achmad Latif, Windi Purnama juga menyerahkan sejumlah uang yang diperuntukkan untuk menutup atau menghalangi proses hukum BTS 4G.
Beberapa pihak yang menerima antara lain, untuk BPK melalui Sadikin sebesar Rp 40 miliar, untuk Komisi I DPR Nistra sebesar Rp70 miliar.
Kemudian kepada beberapa pihak yang mengaku dapat mengatur proses hukum yang berlangsung, antara lain Edward Hutahaean sebesar Rp15 miliar; Windu Aji Susanto, dan Setyo sebesar Rp66 miliar, dan kepada Dito Ariotedjo sebesar Rp27 miliar.
Windi Purnama juga mendapatkan sejumlah uang yang totalnya bernilai Rp750 juta yang ia terima dari beberapa pihak, yaitu dari Irwan Hermawan sejumlah Rp200 juta dan US$3,000, Kemudian, melalui Steven Setiawan Sutrisna sebesar Rp500 juta.
“Selanjutnya uang yang diterima tersebut, dipergunakan untuk membayar cicilan rumah setiap bulan yang berlokasi di BSD, Tangerang Selatan dan untuk keperluan sehari-hari dan biaya hidup selama terdakwa Windi Purnama tinggal di Manila, Filipina, selama bulan Februari 2023 sampai dengan Mei 2023,” ujar jaksa.
Atas perbuatan tersebut, Windi didakwa melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat 1 Ke-1 KUHP subsider Pasal 4 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 juncto Pasal 55 ayat 1 Ke-1 KUHP subsider Pasal 5 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 2010 juncto Pasal 55 ayat 1 Ke-1 KUHP.
Adapun Johnny, Irwan, Anang, dan Galumbang telah divonis bersalah dalam tindak pidana korupsi BTS 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 di BAKTI Kementerian Kominfo. Mereka sudah lebih dulu diadili dalam sidang terpisah.
Sementara satu tersangka terbaru merupakan Achsanul Qosasi selaku anggota dari BPK. Kejagung menduga Achsanul telah menerima uang kasus korupsi tersebut sebesar Rp40 miliar.
Adapun proyek pembangunan menara BTS 4G Bakti Kominfo dilakukan untuk memberikan pelayanan digital di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T).
Dalam perencanaannya, Kominfo merencanakan membangun 4.200 menara BTS di pelbagai wilayah Indonesia. Akan tetapi para tersangka terbukti melakukan perbuatan melawan hukum dengan merekayasa dan mengondisikan proses lelang proyek.
KEYWORD :Korupsi Menara BTS BTS 4G Kominfo Proyek BTS Dito Ariotedjo Menpora Dito